Malam telah larut. Namun kawasan Ringroad sepanjang Jalan Ngumban Surbakti hingga Jalan Gagak Hitam, Medan Sunggal masih ramai dengan para remaja nongkrong di atas sadel sepedamotor yang parkir di tepi jalan. Beberapa di antara remaja konvoi dengan sepedamotor masing-masing.
Bila mereka tertib, tidak menjadi masalah. Dalam beberapa kasus, kelompok bersepedamotor dikabarkan sering mengganggu ketentraman warga. Tidak sekadar mengganggu ketentraman, namun bebarapa waktu lalu aksi mereka brutal: menganiaya, merusak mobil hingga membakar pos polisi.
Aparat kepolisian terus melakukan razia di tempat tertentu dan hari-hari tertentu. Beberapa pelakunya tertangkap. Ratusan personel disebar untuk memburu aksi brutal kelompok bersepeda motor. Hasil pemeriksaan terhadap lebih 200 anggota kelompok bersepedamotor yang ditangkap, rata-rata mereka tanpa dokumen dan perlengkapan kendaraan.
Polresta Medan pernah mendeteksi, di Medan terdapat 12 lokasi keberadaan geng sepedamotor, di antaranya kawasan Ring road, Jalan Setia Budi Pasar VI, Simpang KFC Simalingkar, Jalan Dr Mansur, Jalan Kelambir V, Jalan Ngumban Surbakti, SPBU Rajawali Jalan Gatot Subroto, Jalan Sei Serayu, Jalan Nilam Simalingkar dan Simpang Selayang.
Mereka berbeda dari klub sepedamotor resmi yang memiliki organisasi dan program yang positif dan jelas. Sementara kelompok bersepedamotor yang sering membuat onar di jalan, cenderung tanpa bentuk yang jelas. Kegiatan mereka suka-suka dan berkonvoi tanpa tujuan. Kemudian nama-nama kelompok mereka pun seram-seram dan unik. Sebutlah misalnya, NKB (Nekat Kami Bang), GBU (Gembel Banyak Utang) atau KBS Medan (Kumpulan Bocah Sadis).
Dari pengakuan para anggota kelompok bersepedamotor yang diamankan polisi diketahui mayoritas anggota kelompok bersepedamotor ini adalah pelajar. Mereka direkrut dari berbagai sekolah dan di antara ketuanya, berstatus mahasiswa. Fakta lain, mereka mengaku berkelompok dan konvoi sepedamotor hanya karena merasa bangga, gaya-gayaan untuk mendapat perhatian dan mendapatkan rasa nyaman dalam perlindungan komunitasnya.
Karena itulah selain tindakan tegas dengan melakukan razia di jalan, Polresta Medan melakukan pencegahan agar aksi anarki kelompok bersepedamotor tidak meluas, dengan melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah.
Anak Siapa?
Terpisah dari upaya kepolisian, mengingat anggota kelompok bersepedamotor masih remaja belia, sangat pantas mempertanyakan, ’anggota geng sepedamotor anak siapa?’. Berbeda dengan anak jalanan yang hidup menggelandang dan sulit menelusuri keluarga mereka, kelompok bersepedamotor pastilah memiliki rumah dan keluarga. Sepedamotor yang mereka pakai berkonvoi di jalan tanpa tujuan itu, merupakan pemberian orangtua.
Pertanyaannya, mengapa orangtua tidak peduli dengan keterlambatan anak mereka yang mengendarai sepedamotor, pulang ke rumah. Dalam konteks ini, para orangtua sebenarnya memiliki andil dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kelompok geng sepedamotor yang jangan-jangan satu di antaranya anak mereka.
Karena itulah orangtua sebenarnya bisa berperan menasihati anak agar tidak ikut-ikutan kelompok geng sepedamotor yang kerap membuat onar di jalan.
Fenomena geng sepedamotor anarkis yang melibatkan para pelajar merupakan bentuk kenakalan remaja. Mereka merasa mendapat identitas diri sebagai jagoan saat melakukan tindak kekerasan. Karena itu yang diperlukan adalah kontrol dan pengarahan orangtua untuk selalu mengarahkan anak agar berada pada jalan yang benar.
Karena itulah, penyelesaian fenomena kelompok geng motor lebih tepat didekati sebagai masalah sosial, bahkan masalah keluarga. Sementara di sekolah, para pelajar itu tidak cukup hanya diajari mata pelajaran semata tapi juga membutuhkan sesuatu yang lebih dari itu, yakni moral dan etika.
sumber
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment